Sedikit Harapan

Dari Orang Hebat
Kegigihan di dalam memperhatikan keadaan yang terjadi kemudian berusaha memperbaiki keadaan tersebut dengan bersandar pada sebuah kebenaran yang hakiki adalah sebuah pekerjaan yang sangat berat dan memberatkan. Itulah sebabnya sebagian dari kita menjadi orang-orang yang hebat lagi dicintai oleh orang-orang setelahnya. Pengamatan yang disusul dengan suatu analisis yang faktual dan masuk akal acapkali harus diakui secara lapang dada, memang berada pada beberapa orang hebat tersebut. Karena kebiasaan hidup kita yang tidak sama dan sama sekali berbeda dengan mereka, menjadikan segala tindak-tanduk dan kebiasaan sehari-hari orang-orang hebat sebagai sumber inspirasi yang membuat cerah langkah hidup kita sendiri.

Dari Anak-Anak Kita
Pengkultusan tidak hanya terjadi pada ranah agamawi, pengkultusan juga terjadi pada ranah lainnya seiring dengan perkembangan zaman itu sendiri ternyata. Kita melihat bagaimana anak-anak kecil kita hapal mati akan lagu-lagu dari grup band orang-orang dewasa. Sehingga tingkah-laku dan sikap mereka kita dapati sangat mengejutkan diri kita sendiri. Jangankan kesopanan dan adab-adab bagaimana berbicara dengan orang yang lebih tua, cara bicara anak-anak itu sendiri dengan teman sebayanya pun sering membuat kita geleng-geleng kepala. Persoalan lain timbul dari rasa sayang orang tua yang berlebihan terhadap anak-anaknya, sehingga cenderung membiarkan segala perbuatan anak-anak meskipun sebenarnya orang tua itu sendiri meyakini kesalahannya. Pembiaran ini akan melahirkan sebuah persoalan yang jauh lebih besar lagi ketika orang tua dihadapkan pada sebuah ujian yang datang kepadanya. Dan memang sesungguhnya anak-anak adalah ujian. Ujian yang datang dari Sang Pemberi Anugerah mengenai kebenaran dan keberadaan anak-anak yang menjadi cobaan tersendiri bagi orang tua.

Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah, mampukah orang tua melaksanakan segala perintah Sang Khalik tanpa merasa terberati oleh segala tingkah laku dan perbuatan anak-anaknya? Apakah anak-anak telah membuat lalai orang tua dari senantiasa mengingat Sang Khalik?

Yang semestinya diingat adalah bahwa sesungguhnya anak-anak adalah amanah atau titipan, sebagaimana sebuah titipan yang pada suatu saat nanti titipan itu akan diambil kembali oleh Sang Pemberi, maka menjaga titipan untuk selalu sesuai dengan apa-apa yang telah diperintahkan adalah sebuah kemestian. Bahwa anak-anak nantinya menjadi orang-orang dewasa adalah sesuatu yang tak dapat dipungkiri, tetapi pertanyaannya adalah akan menjadi orang-oarng dewasa yang seperti apa? Kita tidak ingin mempunyai anak-anak yang tidak pernah mengenal Sang Pencipta-nya sendiri. Oleh sebab itu, pengenalan terhadap perintah-perintah Sang Khalik semenjak anak-anak merupakan hal yang perlu lagi bermanfaat bagi anak-anak itu sendiri kelak jika sudah menginjak masa dewasa. Lebih dari itu, orang tua pun akan selamat di hadapan Sang Pemberi Anugerah karena telah menjaga titipan-Nya dengan benar, sesuai dan baik.


Sedikit Harapan
Setelah itu baru kita boleh berharap tentang anak-anak kita yang kemudian bisa menjadi orang-orang hebat. Karena memang kita telah sangat bertanggung-jawab di dalam memperlakukan dan mendidik mereka sehingga sesuai dengan perintah-perintah Sang Khalik. Kita tidak perlu mengkhawatirkan apakah anak-anak kita akan mendoakan kita, karena sesungguhnya doa-doa akan dengan sendirinya anak-anak panjatkan untuk orang tuanya ketika anak-anak tersebut telah dewasa dan menyadari bahwa orang tuanya telah mendidiknya dengan benar dan sesuai dengan perintah Sang Khalik.

Wallahu`alam Wallahulmusta`an.


Ciwaruga, Bandung???

Baca selanjutnya...

Memperhatikan Langkah Kita Sendiri

Pada Awalnya adalah Ingatan
Kalau saja setiap langkah dalam hidup kita dapat terekam dengan sangat jelas dan kemudian kita mampu untuk melihat rekaman tersebut kapanpun kita mau, niscaya kita akan menjadi seseorang yang sangat berhati-hati di dalam menjalani setiap inchi kehidupan ini. Betapa sebuah perekaman yang kemudian dapat terperhatikan dengan seksama selalu mampu memberikan fakta-fakta baru yang mencerahkan. Lebih dari itu, tindakan yang kemudian hendak diambil pun akan terasakan lebih mantap dan menguatkan. Sayangnya, kita hanya mampu mengingat sebagian saja dari apa-apa yang telah kita lalui. Dan parahnya lagi, ingatan akan sesuatu yang tidak baik seringkali malah mendominasi langkah-langkah perjalanan hidup kita ke belakang.

Telah dipahami dengan sangat baik oleh seluruh manusia yang sehat, bahwa kepingan-kepingan ingatan ternyata tidak selalu berada dalam keadaan yang sehat dan mudah terakses oleh manusia itu sendiri. Kadangkala didapati sebuah kepingan yang rusak seluruhnya, kadang pula rusak sebagian dan sebagian lainnya baik-baik saja, ada lagi yang mendapati bahwa kepingan-kepingan tersebut tingkat kerusakannya bergantung pada waktu-waktu tertentu yang dilalui. Misalnya, ketika seseorang menemui sesuatu yang sangat familiar pada malam hari, ia mendapati kepingan-kepingan ingatan yang berhubungan begitu erat dengan suasana malam hari yang tidak dapat ia hapuskan. Hal ini tidak terjadi pada semua orang, tetapi setidaknya kita telah mampu mengenali bahwa kepingan-kepingan ingatan merupakan sesuatu yang patut untuk diberikan perhatian serius oleh seseorang yang tengah menjalani kehidupannya di dunia ini.

Ratusan bahkan ribuan orang di dunia ini mempelajari bagaimana kepingan-kepingan ingatan ini dapat bekerja, bagaimana ia memulai dan bagaimana ia berakhir, bagaimana kepingan-kepingan ini mengalami evolusi seiring perjalanan peradaban manusia itu sendiri; dilihat dari hasil teknologi yang terciptakan pada saat-saat tersebut yang lalu memberikan informasi pada peradaban manusia setelahnya, bagaimana kepingan-kepingan ingatan tersebut mampu bertahan pada diri seorang manusia dan berapa banyak kepingan tersebut masih dapat ditampung, bagaimana pula mempelajarinya dari bidang-bidang ilmu pengetahuan berbeda yang sedang berkembang, lalu bagaimana pula analogi yang digunakan sehingga sampai pada interaksinya terhadap apa yang dilakukan oleh masing-masing bidang ilmu pengetahuan yang berbeda-beda tersebut di dalam mempelajari kepingan-kepingan ingatan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut belumlah sepenuhnya terjawab, namun langkah-langkah riset dan penelitian memberikan kemajuan yang berarti.

Semua hal di atas dilakukan untuk mengetahui siapa diri kita sendiri, konsep kita tentang siapa diri kita. Sampai-sampai sebagian kita kemudian berpikir tentang peluang dan kesempatan revolusi dari digital atas riset dan penelitian dalam hal kepingan-kepingan ingatan tersebut. Hal ini berangkat dari pengetahuan tentang manusia dan kepingan-kepingan ingatan tersebut yang pada akhirnya memunculkan penerapannya yang ambisius pada suatu penemuan di masa mendatang.


Terbentur pada Kaidah-kaidah Kemanusiaan Lainnya
Beberapa gelintir manusia lainnya selalu memandang bahwa kepingan-kepingan ingatan adalah merupakan salah satu anugerah dari Sang Pencipta yang diberikan pada salah satu makhluk-Nya, yakni manusia sebagai salah satu makhluk hidup yang mendiami dunia ini. Terdapat dalil yang menyebutkan bahwa ingatan merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Sang Khalik kepada sebentuk manusia. Manusia diperintahkan oleh Sang Khalik untuk menjaga ingatan tersebut dengan baik melalui perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan perintah-Nya dan dengan meninggalkan segala larangan-Nya. Kemudian manusia pun ditugaskan oleh Sang Penguasa Alam Semesta untuk selalu mengingatkan manusia lainnya dengan senantiasa mengingat-Nya melalui pengertian perintah dan larangan tersebut. Kepingan-kepingan inilah yang dituntut untuk selalu dijaga dan dipertahankan, mengingat Sang Pencipta.

Pada kesempatan yang lain, Sang Khalik mengancam bahwa seorang manusia dapat saja kehilangan segala kepingan-kepingan ingatannya pada saat manusia tersebut mencapai usia yang sudah tidak muda lagi. Bahwa Sang Pencipta memiliki hak yang luar biasa untuk "mencabut" segala kepingan ingatan yang pada awalnya dimiliki oleh seorang manusia, merupakan kekuasaan mutlak dari Sang Pencipta itu sendiri. Peringatan semacam ini telah kita temui pada beberapa masa dalam kehidupan kita, jika kita secara sadar memerhatikan apa-apa yang senantiasa terjadi pada orang-orang yang telah lebih dulu menjadi lebih berumur daripada kita.

Keberadaan kaidah-kaidah yang bersifat agamawi acapkali berbenturan dengan riset-riset dan penelitian-penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan. Riset dan penelitian "membutuhkan" keberanian dan keterbukaan dalam penerimaan logika yang terbentuk setelahnya, di sisi lain kaidah-kaidah agamawi juga membutuhkan keberanian untuk mempertahankan kebenaran atas ajaran-ajaran Sang Pencipta. Benturan keduanya sangat mungkin terjadi dan sangat mungkin pula untuk tidak terjadi sama sekali. Dan, ketika benturan terjadi, pilihanlah yang acapkali menjadi penentu. Juga tidak boleh dilupakan bahwa kepercayaan kepada Sang Pencipta di dalam diri seorang manusia tidaklah sama kadarnya pada masing-masing manusia itu sendiri. Itu berarti, "perlakuan" Sang Pencipta pun tentu tidak akan sama kadarnya pada masing-masing manusia. 


Titik Temu Ilmu Pengetahuan dan Kaidah-kaidah Sang Pencipta
Kita semestinya telah dapat menemukan sendiri "titik pertemuan" tersebut. Lebih dari sekedar pengamatan satu atau dua hari, ilmu pengetahuan sebagai pencapaian seorang manusia atau kaidah-kaidah agamawi sebagai tuntunan kehidupan manusia, seharusnya melahirkan sebuah kontemplasi yang pada akhirnya mencerahkan bagi manusia itu sendiri, bukan malah memburamkan segala pengertiannya pada tataran ahli maupun awam. Aspek lingkungan dan sifat individu yang mau membuka diri dengan sangat hati-hati terhadap segala perubahan di dalamnya adalah benar-benar perlu untuk diperhatikan. Agar jangan sampai nantinya seseorang terjebak pada salah satu pilihan yang sebenarnya merugikan manusia itu sendiri.

Kalau saja kepingan-kepingan ingatan tersebut dimanfaatkan untuk sesuatu yang jauh lebih besar dari pada ingatan itu sendiri, niscaya kita akan berani untuk melupakan segala rasa sakit maupun rasa senang yang kita dapatkan dari perjalanan kita selama hidup di dunia ini, untuk kemudian hanya memikirkan dan lebih berani untuk mengingat kematian. Karena kematianlah pemutus segala kepingan-kepingan ingatan yang sangat ingin kita susun dengan rapih namun ternyata tetap hancur juga dengan kematian. Itulah sebuah pencapaian yang mencerahkan jika seorang manusia dengan mata dan hati yang terbuka, bersedia untuk selalu memerhatikan langkahnya sendiri. 






Bahan Bacaan
http://www.memoriesforlife.org/about.php


Wallahu'alam Wallahulmusta'an.
Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
22 Juli 2009.

Baca selanjutnya...

Selamat Datang Kembali dari Pengembaraanmu!

Suatu ketika seseorang bersikeras bahwa tidak selayaknya jas hitam dan dasi adalah satu-satunya tujuan di dalam pencapaian kehidupan. Namun, hal tersebut tidaklah serta-merta diterima dengan lapang dada, karena ternyata, memang jas dan dasi tersebut merupakan "measurement tool" atas diri seseorang di dalam kehidupan masyarakat kita dewasa ini. Setidaknya dengan jas dan dasi, dapat disebutlah seseorang yang dimaksud telah berada sejajar dengan kemajuan zaman dan pergaulan sosial yang lebih tinggi. Sehingga pada gilirannya menimbulkan perasaan senang dan bangga pada orang-orang yang berada di sekitarnya. Kita tidak akan merasa minder jika seseorang yang bersama kita adalah seseorang yang senantiasa mengenakan jas dan dasi sebagai "pakaian kebesarannya" sehari-hari, meskipun kita sendiri adalah masyarakat awam yang berpakaian sederhana saja. Beberapa pasang mata akan dengan mudah terpesona pada kepantasan luar biasa pada diri seseorang yang mengenakan jas hitam dan dasi.

Dengan gaya hidup luar biasa absurd di tengah-tengah masyarakat dunia ketiga yang menghidupi diri sendiri saja amburadul, pakaian jas hitam dan dasi adalah berlian yang sangat sulit dicari apalagi ditemukan. Namun, seperti juga ketidakmerataan pendapatan per kapita di negeri ini, jas dan dasi dapat ditemukan pada kota-kota besar tetapi tidak di desa-desa. Bukan perbincangan tentang pakaian, sebenarnya, jas dan dasi sangat mungkin mengubah pribadi dan karakter seseorang. Bagaimana hal ini dapat terlihat dan tampak begitu kentara adalah bahwa pengenaan jas dan dasi memiliki waktu dan tempat-tempat tertentu. Seperti juga acara-acara seremonial semua tingkatan sosial di dalam sebuah masyarakat, jas dan dasi adalah salah sebuah identitas resmi kaum aristokrat masa kini. Padahal di sisi lain, negeri ini memiliki ciri dan karakter sendiri di dalam membangun pencitraan diri melalui pakaian-pakaian yang lebih elegan tanpa adanya sedikitpun kesan primitif dan feodalisme. Beberapa dari kita mungkin telah merancang dan sedang membuat prototype jas dan dasi dengan cita rasa negeri sendiri. Dengan arahan tidak kehilangan jati diri karena mengenakan pakaian yang datang dari negeri asing, pakaian dan cara berpakaian anak-anak negeri diharapkan menjadi pribadi-pribadi yang kuat dan mampu bersaing tanpa tergerus nilai-nilai kearifannya sendiri yang telah terbangun semenjak lama.

Telah terlihat dengan jelas dan tak ada lagi kerahasiaan, bahwa orang-orang di kota-kota besar amat sangat rentan pada sebuah ideologi atau pandangan hidup yang secara massif beredar di sana. Rasionalitas dituntut untuk selalu dikedepankan dan segala perhitungan atas waktu menjadi sesuatu yang sangat mutlak dan tak dapat ditawar-tawar lagi. Dan, pakaian semisal jas dan dasi adalah buntut dari rasionalitas yang ditanamkan oleh orang-orang negeri asing selain penanaman modal dan investasi lain tentunya. Sikap permisif terhadap cara berpakaian dikhawatirkan menjadi awal sikap yang permisif tanpa filtering atas gaya hidup yang terbawa melalui pakaian tersebut. Sebab, mengubah ideologi seseorang memang seharusnya dilakukan secara sedikit demi sedikit, kontinu, kemudian memolesnya dengan anggapan bahwa hal tersebut sebagai sebuah kemajuan bersama atas masyarakat dunia yang lebih global. Dan pakaian adalah awal mula yang luar biasa mudah tetapi amat mematikan.

Pertanyaan yang seharusnya dijawab dengan segera adalah: apakah kemajuan dan kesetaraan dengan negeri asing tersebut harus dibayar dengan sikap dan tingkah laku kita yang dulunya begitu arif dan bijaksana, menjadi terlalu permisif dan mengiyakan segala gaya hidup yang jelas-jelas terlihat sangat tidak sesuai dengan pandangan kita selama ini? Entahlah, jawaban tersebut selayaknyalah dijawab dengan tindakan dan perbuatan yang mencerminkan kemandirian seorang anak bangsa yang tidak menginginkan adanya penjajahan lagi, terlebih penjajahan dalam hal ideologi dan pandangan hidup.

Wallahu'alam Wallahulmusta'an.
Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
15 Juli 2009
Baca selanjutnya...

Surat Kepada Pemimpin Terpilih

Engkau telah mengatakan dengan benar bahwa sesungguhnya kejadian ini bukanlah seperti yang mereka persangkakan kepadamu. Aku pun menyadari bahwa sesungguhnya bukanlah semata-mata kemenangan itu yang menjadi tujuan kita, tetapi adalah sebuah proses yang menuju kepada sesuatu yang lebih mulia dan agung, itulah yang selama ini selalu menjadi cita-cita kita. Proses tersebut mengarah pada kenyataan bahwa kita memang benar-benar berjuang untuk sesuatu yang sangat pantas untuk diperjuangkan. Perjuangan untuk mempertahankan hak-hak paling azasi atas sejumlah besar manusia di negeri ini yang sedang kita saksikan terampas dengan semena-mena dan sayangnya tidak juga mereka sadari. Bila pun segala kesewenang-wenangan itu hadir di depan mata, maka tak ada jalan lain selain menghentikannya dengan segala daya upaya. Sekuat tenaga kita merelakan waktu, mengurangi tidur, mensedikitkan makanan ke dalam perut, adalah masih merupakan sejumput kecil usaha untuk sebuah proses yang sungguh sangat melelahkan ini.


Tindakan menyelamatkan orang banyak, sungguh tidak pernah terwujud dengan mudah. Setidaknya seseorang bahkan seringkali mengalami pengucilan yang luar biasa menyakitkan dari orang-orang yang hendak diselamatkannya. Aku tak hendak memberimu semangat agar kau terus-menerus berjuang demi orang banyak, aku hanya mencoba mengingatkanmu bahwa pada kenyataannya tidak pernah ada yang benar-benar berbuat demikian. Sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang bermanfaat dari apa yang dinamakan dengan perjuangan demi orang banyak, engkau harus selalu ingat bahwa seseorang sebenarnya tidak diperbolehkan berbuat demi orang banyak.

Seseorang sebenarnya haruslah selalu berbuat hanya demi Sang Khalik, namun, karena Sang Khalik memerintahkan para hamba-Nya untuk mampu mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah dipimpinnya selama hidup di dunia, maka para hamba "memiliki cara tersendiri" agar mampu terselamatkan pada saat hamba tersebut bertemu dengan Sang Khalik. Itulah sebabnya mengapa ada sebagian hamba yang dengan sangat cerdas memanfaatkan kekuasaannya demi memperjuangkan orang banyak. Karena orang banyak tersebut akan menjadi saksi di hadapan Sang Khalik nanti, apakah ia telah diperlakukan dengan baik ataukah sebaliknya oleh pemimpinnya itu ketika di dunia. Yang pada akhirnya, akan meringankan ataukah malah memberatkan pertanggungan-jawab sang hamba yang menjadi pemimpin orang banyak tersebut dihadapan Sang Khalik. Di mana pada hari itu tidak akan ada alasan apapun yang dapat keluar dari mulut seorang hamba yang akan diterima oleh Sang Khalik selain dari perbuatan apa saja yang telah dilakukannya selama di dunia. Dan, proses pertanggungan-jawab seorang pemimpin sebagai hamba Sang Khalik adalah jauh lebih lama daripada orang banyak sebagai hamba.

Engkau tidak boleh takut ataupun ciut, jangan sekalipun lari sebagai pengecut, hatimu tidak boleh gentar, adalah biasa jika kemudian tubuhmu menjadi memar-memar. Seperti juga kebiasaan pemimpin-pemimpin besar yang selalu gigih dalam mengejar impiannya, engkau harus terus-menerus meneriakkan kebenaran di manapun engkau berada. Gunakan waktumu yang sungguh amat sangat singkat ini untuk meletakkan dasar-dasar kearifan di hati orang-orang banyak. Ajarkan kepada mereka pengetahuan tentang tanggung-jawab dan kedisiplinan serta keteguhan di dalam menjalankannya. Hindarkan orang banyak dari kebodohan yang membelenggu agar mereka senantiasa selalu mampu membedakan antara kebenaran dan kejahatan. Dan jangan sekali-kali engkau memanfaatkan kesetiaan mereka padamu demi kepentinganmu sendiri. Berhati-hatilah terhadap perasaan sombong dan angkuh yang akan senantiasa menyelimuti dirimu jika engkau lemah. Perasaan sombong tersebut acapkali tidak disadari karena datangnya bersamaan dengan sanjungan dan puji-pujian dari orang banyak. Engkau harus senantiasa menangis di kala sendirian pada malam hari atas kesalahan-kesalahan yang telah engkau lakukan, sebaliknya engkau harus senantiasa tersenyum dengan tulus di hadapan orang banyak pada siang hari agar mereka merasakan ketenangan ketika engkau berada di tengah-tengah mereka.

Di atas segalanya, merupakan sesuatu yang sangat penting untuk selalu diingat, bahwasanya aku, engkau dan semua orang banyak yang dimaksud, pada suatu saat nanti akan dikembalikan kepada Sang Khalik Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan, sebagaimana yang terjadi pada saat perjanjian kita dengan-Nya sebelum kita semua berada di dunia ini.

Wallahu'alam Wallahulmusta'an.
Jalan Bacang, Jatipadang, Jakarta Selatan.
08 Juli 2009


Baca selanjutnya...

About

muhadzis
Ever been very fond for outdoor activities, had been desperately in acting practices, had written poems, and had finished degree in medical physics ... today, honestly I just want to be a servant of the most loved by Allah 'Azza wa Jalla. Amen.
Lihat profil lengkapku

Twitter Updates

    follow me on Twitter