Sekilas Media, Demokrasi dan Masyarakat

Buka Pintu
Akses informasi sangat penting bagi kesehatan demokrasi setidaknya untuk dua alasan. Pertama, hal ini memastikan bahwa warga negara membuat pilihan yang bertanggungjawab atas informasi, bukan hanya bertindak keluar dari ketidaktahuan atau kekeliruan. Kedua, informasi menjalankan " fungsi pemeriksaan " dengan memastikan bahwa wakil terpilih menjunjung tinggi sumpah jabatan mereka dan melaksanakan keinginan orang-orang yang memilih mereka (Center for Democracy and Governance, “The Role Of Media In Democracy: A Strategic Approach” 1999 Juni). Setidaknya juga, dengan adanya akses informasi yang demikian, seseorang boleh meyakini bahwa dirinya memang tengah berada dalam sebuah negara demokrasi. Menjadi sesuatu hal yang amat lumrah jika perkembangan demokrasi pada sebuah negara kemudian diikuti dengan perkembangan media massa yang hadir di dalamnya, atau malah sebaliknya, perkembangan media massa yang lalu diikuti oleh perkembangan demokrasi. Bagaimanapun hal tersebut dapat terjadi, kehadiran media massa dan segala peranannya adalah tidak terelakkan di dalam sebuah kerangka negara demokrasi.

Permasalahan mengenai media yang terkekang oleh hukum yang ketat, kepemilikan yang bersifat monopoli atau bahkan ancaman kekerasan, juga bukanlah merupakan hal yang luar biasa, karena memang acapkali terjadi pada negara demokrasi apalagi yang bukan negara demokrasi. Tidak tanggung-tanggung, hasilnya pun dapat terlihat dan dapat dirasakan oleh masyarakat yang berada di dalamnya. Pada banyak negara demokrasi yang baru tumbuh, media telah mampu menegaskan perannya dalam menopang dan memperdalam demokrasi. Pelaporan investigatif, yang dalam beberapa kasus telah mengakibatkan pemecatan presiden dan jatuhnya pemerintahan yang korup, telah membuat media menjadi pengawas (watchdog) yang kredibel dan efektif dan meningkatkan kredibilitasnya di kalangan publik (Coronel, “The Role Of The Media In Deepening Democracy”, 2003). Lalu bagaimana dengan sebuah negara yang sudah puluhan tahun mengalami otoritarianisme, kemudian bangkit dengan era keterbukaan untuk mendukung berjalannya demokrasi yang sehat? Siapa yang paling siap dan siapa yang paling tertinggal? Pada masa seperti inilah peranan media massa benar-benar ditantang keberadaannya. Mungkin pada awalnya era keterbukaan yang dikoreksi oleh media saat ini, sedikit memberikan keterkejutan pada publik. Bukan hanya publik, bahkan legislatif, yudikatif apalagi eksekutif, pun merasakan shock therapy yang serupa. Namun, keberadaan media yang demikian, sesungguhnya telah berjalan pada relnya karena media memang sedang menjalankan fungsinya sebagai pengawas. Lembaga-lembaga negara sudah harus bersiap-siap dengan kenyataan ini, terlebih lagi publik yang mulai membuka mata dan berpengharapan besar pada pemerintahan yang telah dipilihnya.

Menyiapkan Pesta
Fungsi demokratis paling penting yang kita dapat mengharapkan media untuk melayani tercantum dalam artikel yang sering dikutip oleh Gurevitch dan Blumler (1990). Fungsi-fungsi ini meliputi pengawasan terhadap perkembangan sosial politik, mengidentifikasi isu-isu yang paling relevan, menyediakan platform untuk debat melintasi beragam pandangan, membuat pejabat bertanggungjawab untuk menjelaskan cara mereka menjalankan kekuasaan, memberikan insentif bagi warga negara untuk belajar, memilih, dan menjadi terlibat dalam proses politik, dan melawan upaya-upaya kekuatan di luar media untuk menumbangkan kemerdekaan mereka.

Namun, ada kekhawatiran yang berkembang bahwa media massa tersebut tidak memenuhi fungsinya dengan benar. Kritikus media menyatakan bahwa media massa komersial yang dikendalikan oleh beberapa konglomerat multinasional telah menjadi kekuatan antidemokrasi yang mendukung status quo (Kellner 2004; Herman dan Chomsky 1988; Herman dan McChesney 1997; Alger 1998; McChesney 1999; Keane 1991). Berita lebih bersifat menghibur daripada memberikan informasi, kebanyakan menyediakan gosip, skandal, seks, dan kekerasan. Berita politik lebih tentang kepribadian daripada tentang ideologi mereka. Dalam ketiadaan perdebatan serius, para pemilih yang tersisa dibayar dengan propaganda politik yang hanya berisi slogan-slogan tanpa makna membuat mereka tidak tertarik dan sinis tentang politik (Bagdikian 1983; Fallows 1996; Capella dan Jamieson 1997; Bennett dan Entman 2001; Barnett 2002). Hal ini juga mengklaim bahwa anjing penjaga (watchdog/pengawas) menggonggong pada sesuatu yang salah. Media berburu skandal dalam kehidupan pribadi politisi dan keluarga mereka, tetapi mengabaikan akibat-akibat yang jauh lebih serius dari kebijakan-kebijakan mereka. Mereka pergi setelah politisi terluka seperti hiu dalam kegila-gilan pemberian makan (Sabato 1991). Terlalu sering, media membuat kita takut pada sesuatu yang salah. Bahaya-bahaya minor secara histeris meledak keluar dari proporsi, sementara bahaya-bahaya yang jauh lebih serius dalam masyarakat kita sebagian besar pergi tanpa diketahui (Glassner 1999). Ketakutan yang berlebihan sering mengarahkan pada langkah-langkah yang tidak perlu dan perundang-undangan dan "keadilan Gonzo" (Altheide 1995, 2002; Altheide dan Michalowski 1999) (Fog, “Mass media and democracy crisis”, 2004).

Pernyataan-pernyataan tentang; “…saya orang Timur…” atau “…kita tidak ingin berdebat di media…” atau bahkan “…saya baru tahu dari siaran televisi tadi siang…”, sebenarnya tidak perlu mendapat perhatian yang terlalu serius. Bahkan mungkin sebenarnya, pernyataan dari orang-orang yang memang bersangkutan dengan sebuah berita tersebut tidak perlu disampaikan. Publik yang cerdas tidak akan terlalu membutuhkan informasi tentang “apa yang sedang Anda lakukan?”, begitu pun dengan media yang memberikan informasi, media seharusnya tidak memberikan pelaporan tentang “bagaimana perasaan Anda mengenai kejadian ini?”. Warga masyarakat lebih membutuhkan sebuah informasi yang imparsial, yang berisi pencerahan, yang memberikan nilai positif untuk kehidupan dan lingkungannya, tanpa melulu mempermasalahkan kehidupan pribadi seseorang dan tanpa terus-menerus mempermasalahkan peranan media yang sedang memberitakannya.

Di sisi lain, beberapa kalangan mempunyai sikap yang apatis terhadap media, tidak peduli apakah media tersebut telah melaksanakan fungsinya dengan benar atau tidak. Masyarakat yang sangat mudah terpengaruh, merupakan sebab yang menjadi perhatian utama kalangan yang dimaksud. Kalangan tersebut tidak ingin masyarakat bertindak terlalu berlebihan dan keluar batas hanya karena tersulut oleh pemberitaan media. Mereka hanya menginginkan agar masyarakat bertindak lebih arif dan bijaksana dalam memandang sebuah berita atau informasi. Terlebih dahulu meneliti kebenaran suatu berita merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh setiap warga masyarakat. Lebih dalam lagi, warga masyarakat seharusnya membuang jauh-jauh segala prasangka atas suatu berita dengan tidak terlalu cepat menarik sebuah kesimpulan yang pada akhirnya melahirkan tindakan yang terburu-buru. Dengan keterburu-buruan, sikap yang emosional amat mudah tertumpah, akal sehat dan kejernihan pun akan raib dari pikiran masyarakat. Tidak ada satu kalanganpun yang menghendaki hal seperti itu terjadi pada sebuah masyarakat.

Kalangan yang apatis terhadap media seperti yang telah disebutkan di atas, seharusnya pula mendapatkan perhatian umum. Demokrasi yang sulit untuk dipersalahkan, kekuasaan pemerintah yang seolah-olah menyediakan celah untuk kritik namun sebenarnya menutup diri dan media yang selalu mempunyai tameng untuk membenarkan dirinya sendiri, merupakan sumber kebingungan masyarakat yang mau tidak mau harus terlibat dalam proses politik sebuah negara. Hal-hal tersebut akan dengan sangat leluasa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan agar warga masyarakat bersikap tidak peduli pada segala kebijakan yang terjadi, yang pada ujungnya kebijakan tersebut malah merugikan masyarakat pada umumnya. Pada keadaan ini, sikap apatis masyarakat terhadap media seharusnya tidak terjadi. Masyarakat sebaiknya mengambil inisiatif dan bersikap aktif untuk juga memberikan masukan pada segala kebijakan negara yang akan dijalankan oleh masyarakat secara keseluruhan nantinya. Perbaikan dari warga masyarakat akan banyak bermanfaat. Namun, akan berbeda jika keadaannya sudah sedemikian parah sehingga tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk memperbaiki keadaan. Sikap apatis masyarakat terhadap media benar-benar diperlukan dalam keadaan seperti ini. Lama-kelamaan sikap apatis tersebut akan berubah menjadi sebuah gerakan perlawanan dengan diam namun penuh makna yang akan lebih mempunyai pengaruh yang kuat pada kehidupan masyarakat secara keseluruhan, karena warga masyarakat akan lebih disibukkan dengan permasalahan guna membangun dirinya sendiri daripada rikuh mengikuti perkembangan sebuah berita dari media yang tidak ada akhirnya. Sesuatu yang menguntungkan cenderung akan ditinggalkan masyarakat, terlepas dari perkara kebenaran atau bukan. Tidak ada salahnya untuk tidak peduli pada hal-hal yang memang tidak menguntungkan masyarakat secara kolektif.

Akhir Cerita
Tidak pernah ada akhir cerita untuk sebuah perjalanan kehidupan duniawi. Cerita itu terus berkembang, kadang terdapat titik terang, dil ain waktu malah kegelapan yang didapatkan. Tidak perlu mengambil kesimpulan untuk membenarkan tindakan yang sudah jelas-jelas kesalahannya hanya untuk memperpanjang isi cerita. Begitu pun dengan sebuah negara, sebuah bangsa, memiliki latar belakang cerita yang kemudian menjadi karakter yang khas bagi orang-orang yang mendiaminya. Peranan media dalam demokrasi adalah sebuah cerita yang tak akan pernah berakhir. Peranan masyarakatlah yang seharusnya dituntut lebih jauh, bagaimana menyikapi demokrasi, bagaimana menyikapi media, bagaimana langkah-langkah yang akan dilakukan. Sehingga bisa tidak bisa, masyarakat secara keseluruhanlah yang seharusnya menerima konsekuensi yang paling menguntungkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bersikap dewasa dan elegan bukan sekedar kalimat-kalimat manis yang disampaikan oleh praktisi maupun pengamat politik dalam talkshow siaran televisi yang pasti diamini dengan tepuk tangan para penontonnya, tetapi harus lebih dari itu.

Wallahu'alam wallahulmusta'an.

Bahan Bacaan
Center for Democracy and Governance Bureau for Global Programs, Field Support, and Research U.S. Agency for International Development Washington, D.C. 20523-3100, “The Role Of Media In Democracy: A Strategic Approach” (June 1999). http://www.usaid.gov/our_work/democracy_and_governance/publications/pdfs/pnace630.pdf (diakses 11 November, 2009).
Coronel, Sheila S. “The Role of the Media in Deepening Democracy” (11/06/2003). http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/UN/UNPAN010194.pdf (diakses 11 November, 2009).
Fog, Agner. “Mass media and democracy crisis” (working paper, 2004-05-20). http://www.agner.org/cultsel/mediacrisis.pdf (diakses 11 November, 2009).

0 comments:

Posting Komentar

About

muhadzis
Ever been very fond for outdoor activities, had been desperately in acting practices, had written poems, and had finished degree in medical physics ... today, honestly I just want to be a servant of the most loved by Allah 'Azza wa Jalla. Amen.
Lihat profil lengkapku

Twitter Updates

    follow me on Twitter