Di Antara Repihan-Repihan Kekuasaan

Pernah berkuasa atau tidak pernah berkuasa, sepertinya merupakan sesuatu yang sangat penting dan lebih diutamakan. Pengalaman adalah guru yang paling baik, begitu kurang lebihnya kata pepatah. Betapa sebuah pengalaman telah menjadikan seseorang begitu hebat dan dipercayai oleh orang banyak. Bukan pula sebuah bualan, bahwa dengan berpengalaman berarti akan berpeluang lebih besar untuk langgeng berkuasa. Telah dimafhumi dengan baik pula bahwa hanya dengan sebuah pengalamanlah, seseorang akan sangat berhak dan mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk bekerja dan mengeluarkan segala isi pikirannya. Dengan lebih bebas dan tanpa tekanan dari siapapun.

Permasalahan yang kemudian timbul adalah rasa suka yang luar biasa berlebih-lebihan yang ada pada diri seseorang yang sedang berkuasa. Ia jadi begitu mencintai kekuasaannya sampai-sampai ia enggan untuk melepaskannya. Perbuatan yang akan dilakukannya hanyalah demi melanggengkan kekuasaannya. Ia akan berbuat baik hanya agar diprasangkai baik, maka ia bisa terus berkuasa dan ia pun akan berbuat kejahatan dengan menyebutkannya sebagai perbuatan yang baik untuk membuat dirinya tetap berada di dalam kekuasaan. Dan hal yang demikian, nampaknya tidak begitu baik untuk sebuah masyarakat yang menghendaki kebebasan dan kemerdekaan.

Kata "berlebih-lebihan" inilah yang patut untuk diperhatikan, terlebih jika dikaitkan dengan sebuah kekuasaan. Begitu peliknya definisi kekuasaan sampai-sampai mungkin seseorang seharusnya menanyakan dari mana kekuasaan itu didapat dan untuk apa kekuasaan tersebut digunakan. Pada keseharian yang ditemui, sebuah kekuasaan adalah sebuah pencapaian, berbeda dengan beberapa waktu silam yang masih didapati bahwasanya sebuah kekuasaan datang dengan sendirinya atau lebih merupakan sebuah keberuntungan. Terdapat perbedaan yang signifikan tentang dari mana kekuasaan yang didapat. Jika kekuasaan didapat dari sebuah pancapaian maka akan ada kegigihan di dalam penggunaannya, namun jika kekuasaan didapat dari suatu keberuntungan maka akan cenderung lebih santai dan penuh dengan kepasrahan. Dan tidak ada yang salah pada kedua-duanya, kecuali jika yang terjadi adalah keadaan yang berlebih-lebihan di dalam penggunaannya. Berlebih-lebihan dalam kekuasaan hanya akan membawa pelakunya ke arah kehancuran.

Menjadi repihan-repihan kekuasaan adalah jauh lebih menyakitkan daripada tidak pernah berkuasa sama sekali. Kepingan-kepingan ingatan ketika sebuah kekuasaan berada dalam genggaman akan selalu terbayang dan menghantui "mantan" pemegang kekuasaan. Hantu ingatan tersebut mau tidak mau harus dihadapi. Bagaimana cara menghadapinya? Itulah yang paling penting untuk dipikirkan. Jawabannya hanyalah sebentuk kepasrahan kepada Pemilik Kekuasaan yang Abadi. Ia (Sang Pemilik Kekuasaan yang Hakiki) menjadi tujuan atas segala maksud seseorang pada sebuah kekuasaan. Dari mana dan untuk apa sebuah kekuasaan, hanya akan terjawab dengan tingkah laku dan tindakan penguasa yang terlihat dan dirasakan oleh orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya.
Maka tak akan ada jalan untuk sebuah pengkhianatan atas sebuah kekuasaan. Dan tanggung-jawab di hadapan rakyat adalah berat, tetapi tanggung-jawab di hadapan Tuhan jauh lebih berat.

Wallahu'alam Wallahulmusta'an.
Jalan Bacang, Jatipadang, Jakarta Selatan
25 Juni 2009

0 comments:

Posting Komentar

About

muhadzis
Ever been very fond for outdoor activities, had been desperately in acting practices, had written poems, and had finished degree in medical physics ... today, honestly I just want to be a servant of the most loved by Allah 'Azza wa Jalla. Amen.
Lihat profil lengkapku

Twitter Updates

    follow me on Twitter