Memperhatikan Langkah Kita Sendiri

Pada Awalnya adalah Ingatan
Kalau saja setiap langkah dalam hidup kita dapat terekam dengan sangat jelas dan kemudian kita mampu untuk melihat rekaman tersebut kapanpun kita mau, niscaya kita akan menjadi seseorang yang sangat berhati-hati di dalam menjalani setiap inchi kehidupan ini. Betapa sebuah perekaman yang kemudian dapat terperhatikan dengan seksama selalu mampu memberikan fakta-fakta baru yang mencerahkan. Lebih dari itu, tindakan yang kemudian hendak diambil pun akan terasakan lebih mantap dan menguatkan. Sayangnya, kita hanya mampu mengingat sebagian saja dari apa-apa yang telah kita lalui. Dan parahnya lagi, ingatan akan sesuatu yang tidak baik seringkali malah mendominasi langkah-langkah perjalanan hidup kita ke belakang.

Telah dipahami dengan sangat baik oleh seluruh manusia yang sehat, bahwa kepingan-kepingan ingatan ternyata tidak selalu berada dalam keadaan yang sehat dan mudah terakses oleh manusia itu sendiri. Kadangkala didapati sebuah kepingan yang rusak seluruhnya, kadang pula rusak sebagian dan sebagian lainnya baik-baik saja, ada lagi yang mendapati bahwa kepingan-kepingan tersebut tingkat kerusakannya bergantung pada waktu-waktu tertentu yang dilalui. Misalnya, ketika seseorang menemui sesuatu yang sangat familiar pada malam hari, ia mendapati kepingan-kepingan ingatan yang berhubungan begitu erat dengan suasana malam hari yang tidak dapat ia hapuskan. Hal ini tidak terjadi pada semua orang, tetapi setidaknya kita telah mampu mengenali bahwa kepingan-kepingan ingatan merupakan sesuatu yang patut untuk diberikan perhatian serius oleh seseorang yang tengah menjalani kehidupannya di dunia ini.

Ratusan bahkan ribuan orang di dunia ini mempelajari bagaimana kepingan-kepingan ingatan ini dapat bekerja, bagaimana ia memulai dan bagaimana ia berakhir, bagaimana kepingan-kepingan ini mengalami evolusi seiring perjalanan peradaban manusia itu sendiri; dilihat dari hasil teknologi yang terciptakan pada saat-saat tersebut yang lalu memberikan informasi pada peradaban manusia setelahnya, bagaimana kepingan-kepingan ingatan tersebut mampu bertahan pada diri seorang manusia dan berapa banyak kepingan tersebut masih dapat ditampung, bagaimana pula mempelajarinya dari bidang-bidang ilmu pengetahuan berbeda yang sedang berkembang, lalu bagaimana pula analogi yang digunakan sehingga sampai pada interaksinya terhadap apa yang dilakukan oleh masing-masing bidang ilmu pengetahuan yang berbeda-beda tersebut di dalam mempelajari kepingan-kepingan ingatan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut belumlah sepenuhnya terjawab, namun langkah-langkah riset dan penelitian memberikan kemajuan yang berarti.

Semua hal di atas dilakukan untuk mengetahui siapa diri kita sendiri, konsep kita tentang siapa diri kita. Sampai-sampai sebagian kita kemudian berpikir tentang peluang dan kesempatan revolusi dari digital atas riset dan penelitian dalam hal kepingan-kepingan ingatan tersebut. Hal ini berangkat dari pengetahuan tentang manusia dan kepingan-kepingan ingatan tersebut yang pada akhirnya memunculkan penerapannya yang ambisius pada suatu penemuan di masa mendatang.


Terbentur pada Kaidah-kaidah Kemanusiaan Lainnya
Beberapa gelintir manusia lainnya selalu memandang bahwa kepingan-kepingan ingatan adalah merupakan salah satu anugerah dari Sang Pencipta yang diberikan pada salah satu makhluk-Nya, yakni manusia sebagai salah satu makhluk hidup yang mendiami dunia ini. Terdapat dalil yang menyebutkan bahwa ingatan merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Sang Khalik kepada sebentuk manusia. Manusia diperintahkan oleh Sang Khalik untuk menjaga ingatan tersebut dengan baik melalui perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan perintah-Nya dan dengan meninggalkan segala larangan-Nya. Kemudian manusia pun ditugaskan oleh Sang Penguasa Alam Semesta untuk selalu mengingatkan manusia lainnya dengan senantiasa mengingat-Nya melalui pengertian perintah dan larangan tersebut. Kepingan-kepingan inilah yang dituntut untuk selalu dijaga dan dipertahankan, mengingat Sang Pencipta.

Pada kesempatan yang lain, Sang Khalik mengancam bahwa seorang manusia dapat saja kehilangan segala kepingan-kepingan ingatannya pada saat manusia tersebut mencapai usia yang sudah tidak muda lagi. Bahwa Sang Pencipta memiliki hak yang luar biasa untuk "mencabut" segala kepingan ingatan yang pada awalnya dimiliki oleh seorang manusia, merupakan kekuasaan mutlak dari Sang Pencipta itu sendiri. Peringatan semacam ini telah kita temui pada beberapa masa dalam kehidupan kita, jika kita secara sadar memerhatikan apa-apa yang senantiasa terjadi pada orang-orang yang telah lebih dulu menjadi lebih berumur daripada kita.

Keberadaan kaidah-kaidah yang bersifat agamawi acapkali berbenturan dengan riset-riset dan penelitian-penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan. Riset dan penelitian "membutuhkan" keberanian dan keterbukaan dalam penerimaan logika yang terbentuk setelahnya, di sisi lain kaidah-kaidah agamawi juga membutuhkan keberanian untuk mempertahankan kebenaran atas ajaran-ajaran Sang Pencipta. Benturan keduanya sangat mungkin terjadi dan sangat mungkin pula untuk tidak terjadi sama sekali. Dan, ketika benturan terjadi, pilihanlah yang acapkali menjadi penentu. Juga tidak boleh dilupakan bahwa kepercayaan kepada Sang Pencipta di dalam diri seorang manusia tidaklah sama kadarnya pada masing-masing manusia itu sendiri. Itu berarti, "perlakuan" Sang Pencipta pun tentu tidak akan sama kadarnya pada masing-masing manusia. 


Titik Temu Ilmu Pengetahuan dan Kaidah-kaidah Sang Pencipta
Kita semestinya telah dapat menemukan sendiri "titik pertemuan" tersebut. Lebih dari sekedar pengamatan satu atau dua hari, ilmu pengetahuan sebagai pencapaian seorang manusia atau kaidah-kaidah agamawi sebagai tuntunan kehidupan manusia, seharusnya melahirkan sebuah kontemplasi yang pada akhirnya mencerahkan bagi manusia itu sendiri, bukan malah memburamkan segala pengertiannya pada tataran ahli maupun awam. Aspek lingkungan dan sifat individu yang mau membuka diri dengan sangat hati-hati terhadap segala perubahan di dalamnya adalah benar-benar perlu untuk diperhatikan. Agar jangan sampai nantinya seseorang terjebak pada salah satu pilihan yang sebenarnya merugikan manusia itu sendiri.

Kalau saja kepingan-kepingan ingatan tersebut dimanfaatkan untuk sesuatu yang jauh lebih besar dari pada ingatan itu sendiri, niscaya kita akan berani untuk melupakan segala rasa sakit maupun rasa senang yang kita dapatkan dari perjalanan kita selama hidup di dunia ini, untuk kemudian hanya memikirkan dan lebih berani untuk mengingat kematian. Karena kematianlah pemutus segala kepingan-kepingan ingatan yang sangat ingin kita susun dengan rapih namun ternyata tetap hancur juga dengan kematian. Itulah sebuah pencapaian yang mencerahkan jika seorang manusia dengan mata dan hati yang terbuka, bersedia untuk selalu memerhatikan langkahnya sendiri. 






Bahan Bacaan
http://www.memoriesforlife.org/about.php


Wallahu'alam Wallahulmusta'an.
Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
22 Juli 2009.

0 comments:

Posting Komentar

About

muhadzis
Ever been very fond for outdoor activities, had been desperately in acting practices, had written poems, and had finished degree in medical physics ... today, honestly I just want to be a servant of the most loved by Allah 'Azza wa Jalla. Amen.
Lihat profil lengkapku

Twitter Updates

    follow me on Twitter